Saturday, March 19, 2016

Sore Tiada Hore


         Di sore hari yang cerah (tapi hati ini tetap saja gelap karena tak ada lagi wanita spesial yang membuatnya berwarna). Gw menjalani rutinitas yang secara sukarela gw lakukan. Yaitu memberi makan ayam. Ayam – ayam yang gw pelihara sejak kapan tau itu waktunya gw lupa, mereka itu selalu nurut sama gw. Lebih tepatnya ketika mau gw beri makan. Sisanya, selalu lari ketika gw hampiri.

            Di sore hari ini, gw yang Cuma memakai celana kolor warna merah dan baju berwarna putih. Yang kalau di lihat oleh orang lain dari kejauhan mirip seperti bendera polandia yang tergantung di tiang berkarat. Iya, itulah penampakan gw sore hari ini.

            Ketika gw sedang memberii makan ayam, lewat seorang gadis manis yang selama ini gw tunggu. Dia yang pulang sekolah seolah – olah akan tertimpa bencana karena melewati jalur yang salah. Yang gw perhatikan saat itu dari kejauhan sebelum dia lewat depan gw, yaitu cara dia berjalan. cara berjalan dia yang awalnya santai mencirikan cara berjalannya wanita, kemudian berubah ketika mau melewati gw. Cara berjalannya berubah menjadi cara berjalannya  atlit jalan cepat. Mungkin dia sadar akan musibah yang akan dia terima.

            Namun yang mungkin dengan terpaksa dia lakukan ketika lewat didepan gw, dia tersenyum manis. Senyumnya manis karena dia mempunyai lesung pipi. (Dan ketika dia tersenyum kearah gw, serasa ada tulisan di pipinya: “Awas! Lubang galian kabel!”).

            Gw yang udah lama menunggu kesempatan ini, kesempatan yang akan membuat gw mendapatkan nomor hape si dia. Tanpa berpikir (karena gw sadar gw gak punya pikiran), gw langsung menghampiri dia. Dan dia pun menurunkan tempo berjalannya.

            Gw emang udah lama ingin sekali memiliki nomor hape dia. Hari demi hari, minggu demi minggu, bahkan bulan demi bulan gw menunggu momen yang tepat untuk minta nomor hape dia.

            Walaupun bisa di bilang rumah gw dekat dengan rumah dia, tapi gw sangat jarang bertemu dengan dia. Dan gak mungkin juga kalau tiba – tiba gw langsung main ke rumah dia. Apa yang bisa gw (Si Pemalu) ingin bicarakan? Kalau hanya untuk meminta nomor hape, gw gak mau menguji adrenalin gw dengan cara ekstrim seperti itu.

            Bahkan ketika gw masih menjadi kakak kelas dia di sekolah (Masa Sih?). Setiap gw berjumpa dengan dia, gw hanya bisa mengucapkan kata: “Maca aloh, Cubhanaloh, Cantik Ican”. Sekalipun gw bisa mengucapkan kata – kata lain, yaa Cuma: “eh buseh, giginya di pager. Takut di gondola kucing kayaknya yaa”.

            Tempo berjalan cepat yang mulai berubah menjadi lambat ketika gw hampiri, membuat gw semakin percaya diri untuk meminta nomor hape si Dia.
“Dhe (nama panggilan gw untuk para adhe – adhean). Boleh minta nomor hapenya gak?” gw berkata dengan diiringi senyuman mala petaka yang biasa gw umbar.
Hal yang terlintas dalam benak gw saat ini adalah, gw lagi gak megang hape. Hape gw ada di pojokan kamar (tempat biasa gw menyimpannya). Yang gw pegang hanyalah beberapa butir beras yang gw pakai untuk memberii makan ayam.
“Gak hafal” dia berkata sambil berjalan pelan
“Bohong banget” gw membalas sambil mengikuti pelannya ia berjalan
“Beneran” nada bicaranya ituloh. Lembut – lembut alay tapi bohong
“Masa sih?” gw mencoba bicara dengan nada lembut – lembut alay. Yaa walaupun gw sadar jadinya malah nada lembut – lembut bikin eneg
“Nanti deh” ini jawaban yang dari awal gw sadar bakal pasti gw terima. Dan mungkin gw tertolong dengan jawaban ini. kalaupun dia jawab : “Yaudah nih simpan nomor aku”. Gw bakal bingung mau gw simpan dimana. Nyatanya yang gw genggam hanya masih beberapa butir beras. Gak mungkin gw harus ngambil hape dulu. Gw gak mau membuatnya menunggu. Kalaupun gw harus ngambil hape, pasti dia bakalan kabur menyelamatkan diri. Dan gak mungkin juga gw membuatnya repot dengan menyuruhnya mengeluarkan pulpen dan kertas dari dalam tasnya. Gw yang sedang meminta, dan kemudian membuatnya repot. Sama dengan awal bencan yang mengerikan (buatnya).

            Sependek jalan karena baru sekitar sepuluh meter gw jalan berdampingan dengan dia. Sependek itu pula berasa ada banyak bunga mawar di pinggir jalan setapak yang gw lewati ketika jalan berdampingan dengannya. Yang pada kenyataannya hanya ada segumpluk bunga pasir yang hampir gw injek.

            Dan dari kejauhan Nampak empoknya si Bombay yang berteriak kearah kami (Gw dan dia):
“Ciyeee R***A pacarnya Firman”
Gw yang sedikit malu dan lebih pilih untuk menghiraukan teriakan itu dan kemudian berkata kepada Dia (R***A):
“Besok yaa dhe, nomor hapenya kakak tunggu”
Tanpa dia jawab, dan dia pun mempercepat kembali tempo berjalannya. Sedangkan gw, putar haluan dan kembali memberii makan ayam. Dalam hati gw mengamini suara teriakan empoknya si Bombay tadi. Gw menganggap suara teriakan doa berbentuk fitnahan yang wajib di amini. Mungkin kalau dari sisi si R***A, suara teriakan itu adalah suara teriakan fitnahan berbentuk doa yang gak wajib untuk di amini. Mungkin dalam hatinya berkata: “Naudzubillah min zalik”

            Keesokan sorenya gw menunggu dia pulang sekolah yang biasanya lewat depan rumah gw. Tidak seperti sore kemarin, hari ini gw libur memberii makan ayam. Tugas ini gw alihkan ke adik gw. Karena tugas gw kali ini menunggu si R***A lewat depan rumah gw. Dan yang pastinya, kali ini gw menggenggam hape gw yang udah gak pantes di sebut hape. Mungkin lebih pantes di sebut bagelan anjing, atau ganjelan pintu.

            Gw menunggu dan masih menunggu. Sampai adzan magrib pun gw masih menunggu. Biasanya sebelum adzan magrib dia udah lewat. Terlintas dalam pikiran gw, pasti dia lebih memilih jalan memutar ketimbang jalan lurus penuh bencana.

            Esok dan lusa sore gw masih tetap menunggu dia lewat. Dan ternyata dia tetap tau mau lagi lewat depan rumah gw. Mungkin dia trauma atau apalah – apalah. Yang jelas, sampai saat ini, hati ini masih tetap kosong tak berwarna. Sekalipun berwarna, hanya ada warna hitam. Rasa yang terbenam beriringan dengan matahari mulai memudar dan yang ada hanya tinggal sisi gelap hati yang kembali belum bisa berwarna karena belum ada lagi wanita spesial yang membuat hati ini berwarna.

0 comments:

Post a Comment