Wednesday, November 1, 2017

Entah

 Senin siang yang lumayan panas. Gua terbangun dari tidur nyenyak. Tidur yang biasa Gua mulai dari pagi sampai siang hari, dan kini menjadi kebiasaan buruk Gua. Entah kapan terakhir kali Gua merasakan nyenyaknya tidur di malam hari. Gua sangat rindu dengan nyenyaknya tidur di malam hari, Gua rindu terlelap di heningnya malam, Gua juga rindu terlelap didinginnya malam. Dan yang paling Gua rindukan adalah bangun di pagi hari dengan muka lecek, dan juga air liur yang menghiasi wajah Gua. Tapi, kini itu semua menjadi susah untuk dilakukan. Seniat apapun, dan seberusaha apapun, Gua akan tetap terjaga di malam hari. Ketika Gua berusaha memejamkan mata pun, bagian tubuh yang lain menolak untuk terlelap. Akhirnya yang bisa Gua lakukan di malam hari hanya menonton tv, main handphone, sampai mendengarkan musik. Dan itu semua gak bisa membuat Gua mudah terlelap. Tapi, kalau Gua gak melakukan semua kegiatan itu, Gua akan merasa bosan dengan hening dan dinginnya malam. Pernah di suatu malam, Gua mencoba mensugesti pikiran Gua sendiri. Gua mencoba merebahkan tubuh Gua di pulau kapuk, sambil memejamkan mata.
“Tidur-tidur-tidur. Lelap-lelap-lelap”.
Gua terus mengucapkan dua kata tersebut berulang-ulang kali, dalam hati. Tapi gagal. Gua tetap terjaga sampai akhirnya Gua benar-benar bosan dan bingung “Gua harus ngapain?”.

Gua berjalan menuju lemari untuk mengambil kotak obat, berharap ada obat penenang atau semacam obat tidur. Gua keluarkan semua obat, sambil membaca nama-nama obat-obatan yang ada di kotak tersebut. Dari obat pusing, flu, batuk, sampai menceret, tapi gak ada obat tidur. Sembari memasukan kembali obat-obat tersebut kedalam kotak, Gua menelan ludah, dan mencoba berpikir.

Berharap ada keajaiban. Berharap sebutir obat tidur jatuh dari langit-langit kamar, yang pada kenyataannya memang tidak mungkin hal itu bisa terjadi. Tapi keajaiban terjadi malam itu. Terasa tuhan sedang berada sangat dekat. Jatuh sesuatu yang mirip dengan sebutir obat, yang entah dari mana jatuhnya. Jatuh dengan cara yang hampir sama seperti jatuhnya Mr. Bean dari langit. Jatuh tepat ditengah sinar terang. Dan sesuatu itu jatuh gak jauh dari kaki Gua. Sekitar satu meteran. Gua mencoba mendekati sesuatu tersebut dengan perlahan. Terlihat kalau sesuatu itu bukanlah sesuatu yang asing. Semakin dekat, semakin terlihat dengan jelas. Warnanya didominasi warna putih dengan sedikit warna hitam. Ketika Gua sudah dekat, Gua menjongkokkan tubuh, sambil mengulurkan tangan untuk menyentuh sesuatu tersebut. Sesuatu yang Gua harap adalah obat tidur atau semacamnya, namun ketika Gua sentuh, sesuatu itu terasa lembek. Mirip nasi yang sudah menjadi bubur. Hal bodoh yang kemudian Gua lakukan adalah mencium sesuatu tersebut. Dengan bau yang Gua kenal, Gua melihat kearah langit-langit kamar Gua. Ternyata benar, sesuatu tersebut adalah tayi dari hewan yang suka merayap di dinding. Yaa, hewan itu adalah cicak! Sesuatu yang jatuh, yang Gua harap adalah suatu keajaiban, ternyata hanya sebuah kesialan dari kebodohan Gua sendiri. Dan lagi-lagi, akhirnya Gua baru bisa tertidur ketika matahari mulai memancarkan sinarnya.

***

Entah kenapa, di senin siang ini Gua merasa bosan, padahal baru juga bangun dari kematian sejenak. Gua mencoba memikirkan kegiatan-kegiatan yang harus Gua lakukan hari ini, agar Gua tidak akan merasa bosan. Kemudian Gua teringat lagu anak-anak yang dulu pernah Gua nyanyikan setiap setelah bangun tidur. Lirik lagunya seperti ini: “Bangun tidur, ku terus mandi… Tidak lupa menyeduh kopi… Habis itu ku suruh adek… Membelikan rokok sebatang… Lalalaa… Lala..lalaa” (‘lalalaa… lala..lalaa’-nya dengan nada ‘Susu murni… nasional’).

 Selesai mandi, selesai menyeduh kopi, adek pulang dari warung dengan sebatang tembakau racikan pabrik. Gua kedepan rumah dengan wajah sumringah, tangan kanan memegang secangkir kopi yang baru di seduh. Tidak lupa tangan kiri memgang sebuah novel. Headset yang sudah menempel di lubang kuping sebelah kiri, dan sudah tersambung ke handphone yang ada di saku kiri celana boxer kesayangan Gua. Gua duduk di bangku, depan rumah. Kopi Gua taruh di meja kecil. Lagu-lagu one ok rock menemani senin siang Gua, sambil membaca novel. Senin siang ini terasa damai, walau di sekitar terasa ramai. Gua hanya berusaha untuk tidak memerdulikan sekitar, dan hanya berfokus dengan apa yang saat ini Gua lakukan.

Entah sejak kapan Gua mulai suka membaca novel, yang Gua sadari, membaca dan bercerita telah menjadi hobi Gua setelah lulus SMK. Sudah beberapa novel, yang Gua baca. Dan sudah sekian banyak cerita yang Gua tulis, dan Gua bagikan ke teman-teman Gua. Walaupun Gua sendiri gak yakin, kalau cerita Gua bakalan mereka baca. Tapi Gua merasa senang menulis cerita, dan membagikannya ke teman-teman Gua.
“Enak banget, man, ngopi” sapaan tetangga yang mengagetkan Gua
Gua hanya menjawab: “Eh, iya nih”.
Kemudian dia hanya tersenyum, dan berjalan melewati depan rumah Gua. Mungkin dia berpikir kalau hidup Gua itu enak, damai. Padahal cuma melihat, dari apa yang sekarang sedang Gua lakukan. Dia tidak tau, apa yang sedang membayang-bayangi otak Gua. ‘Hutang-hutang-hutang’.

Entah kepada siapa saja, Gua telah berhutang. Yang Gua sadari, Gua mulai dijauhi teman-teman Gua. Entah kenapa, senin siang yang damai, seketika berubah menjadi senin siang yang kacau. Lebih tepatnya, sapaan tetangga di senin siang yang mengacaukan pikiran. Dan entah kenapa, Gua menjadi seakan-akan ingin hilang ingatan. Adzan ashar-pun mulai terdengar Dengan berakhirnya lagu one ok rock terakhir, yang ada di list music handphone Gua.

Gua beranjak dari tempat duduk, merapikannya kembali, dan masuk ke dalam rumah. Begitulah Gua melewati senin siang kali ini. Sekarang, entah apa yang akan Gua lakukan. Mungkin Gua akan kembali melanjutkan tidur. Entah bisa atau tidak. Atau Gua akan keluar rumah, mencari kegiatan yang membuat Gua bahagia. Tapi, entah kegiatan seperti apa yang akan membuat Gua bahagia. Atau entahlah…

1 comments: